Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Renanda Bachtar, menegaskan jika koalisi partai politik (parpol) di Pilpres 2024 bukanlah urusan Istana. Menurutnya, Istana Kepresidenan tak perlu takut disalahkan apabila tidak terlibat dalam urusan jegal-menjegal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
Hal itu disampaikan Renanda merespon pertanyaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengeklaim kerap dijadikan kambing hitam, tak terkecuali pada tahapan Pilpres 202. Jokowi mengaku mulai khawatir jika ada parpol yang gagal melakukan koalisi, Istana dituduh sebagai biang kerok.
"Tak perlu Istana takut disalahkan, kecuali memang Istana merasa mencoba ikut-ikutan dalam mendorong atau menjegal koalisi atau capres-cawapres tertentu," ujar Renanda kepada wartawan, Kamis (22/12).
Menurut dia, pembentukan koalisi merupakan urusan parpol, bukan urusan Istana. Istana, kata dia, lebih baik fokus perbaiki ekonomi.
"Perbaiki nasib rakyat banyak yang susah. Banyak rakyat jadi miskin, atau tambah miskin, karena pandemi, dan belum bisa pulih sampai dengan sekarang. Banyak jadi pengangguran sejak pandemi, dan masih menganggur sampai sekarang," katanya.
Renanda juga mengatakan, Jokowi perlu belajar dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhyono (SBY) dalam mengurus nasib rakyat. Mengingat, di era SBY kemiskinan bisa turun 5,7% poin selama 10 tahun.
Sedangkan di era Jokowi ini, kata dia, baru mampu menurunkan 1,04% poin di lima tahun pertama. Di sisi lain, kata dia, ketika pandemi Covid-19, malah melonjak kembali.
"Masih ada waktu dua tahun. Jokowi dan kabinetnya kalau fokus bekerja untuk rakyat, bukan sibuk melanggengkan kekuasaan, mungkin ekonomi kita bisa membaik. Kemiskinan bisa turun, meski tidak bakal mampu menyamai prestasi SBY. Pengangguran pun bisa berkurang," ucapnya.
"Setidaknya, ada legacy positif yang ditinggalkan pemerintahan ini di bidang ekonomi untuk pemerintahan selanjutnya yang benar-benar dirasakan rakyat manfaatnya," tuturnya.